(FOTO LAWAS : saat koran dan majalah belum didominasi media online (daring)
________________________
Sayang beribu sayang, budaya baca kita masih rendah. Bagaimana mau nulis, kalau membaca saja malas.
__________________________
MESKI sebaran informasi sesak oleh system digital, budaya baca (cetak) tak boleh hilang.
Bagi saya, membaca sesuatu yang (cetak) lebih nikmat, nyaman. Selain juga aman untuk kesehatan mata.
Khusus untuk media cetak, beberapa tahun silam, saya, tiap dua kali bahkan juga tiga kali dalam sepekan tetap mempertahankan membaca koran. Tapi sejak 2020 sampai saat ini, kebiasaan itu perlahan-lahan pudar.
Saat itu, koran koran seperti Jawa Pos, Suara NTB dan Lombok Post, juga Kompas, jadi pilihan bacaan yang paling mudah saya peroleh. Saya rela, bahkan tak pernah berfikir panjang menyisihkan uang rokok hanya untuk membeli koran Kompas, Jawa Post dan lainnya. Jika tak ada untuk beli, saya numpang baca di beberapa tempat yang jadi langganan. Kerap kali pula saya mengirim tulisan (nonsastra) ke beberapa media (lokal-nasional). Alhamdulillah bukan hanya dimuat tapi mendapatkan info transferan fee dari media. Dengan kata lain, penulis dapet honor dari media. "Wah. Bisa nambah uang rokok dan bisa traktir yayang ini," kataku waktu itu.
Yang paling saya tunggu-tunggu adalah edisi Minggu koran Kompas, koran Jawa Pos. Dan edisi Sabtu koran Suara NTB.
Kenapa?
Tiap hari Minggu, bacaan bacaan sastra bisa saya pelototi berjam-jam. Saya seneng membaca tulisan-tulisan seperti Cerpen, Essai dan Puisi puisi yang sering nongol pada Sabtu dan Minggu. Bahkan sampai saat ini masih sy simpan rapi di lemari.
Sayangnya, saya belum bisa nulis apalagi menorehkan karya sastra untuk dimuat pada media-media populer dan bergengsi. Tapi, membaca karya karya mereka (penulis2) itu, sebagai ekspresiku sendiri bahwa aku mencintai sastra.
Karenanya, menurut saya pibadi, penulis-penulis, yang karya sastranya dimuat di berbagai media saya acungi jempol. Mereka hebat. Sayangnya apresiasi terhadap karya sastra belum begitu terlihat.
Membaca karya sastra itu nikmat. So, maka, hari ini--tak ada alasan untuk tidak membaca. Tapi membaca sastra dan tulisan-tulisan berkualitas. Sayang beribu sayang, budaya baca kita masih rendah. Jangankan untuk menulis, membaca saja malas. Hah ! Gegara malas nulis dan baca inilah orang kadang fanatik buta, berfikir sempit. Fatalnya lagi, orang seperti itu, selalu nuduh seseorang yang bukan-bukan.
Bagaimana bisa menginisiasi perubahan di tengah2 masyarakat untuk kemajuan, jika anda malas Membaca. Baca saja malas apalagi keluar uang untuk membeli buku? hah !
Semoga tulisan ini menginspirasi.
Komentar
Posting Komentar