Penulis saat foto bareng Ahmad ghazali Tahir, salah satu mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNU NTB
Agar bisa sukses, badan harus tegak seperti sebatang pohon yang siap dihantam badai. Juga bebatuan yang siap dihantam ombak dan gelombang setiap saat
TAK semua kita yang hidup berkekurangan, hidup serba pas-pas(an) menyerah begitu saja pada keadaan. Apalagi untuk urusan berjuang menuntut ilmu. Malah sebaliknya, seorang harus peras keringat, banting tulang, bekerja keras. Semangat mesti bak kobaran api 'menyala'. Nyalinya tak boleh ciut, seperti kebanyakan lelaki yang sok anak mami. Badan harus tegak seperti sebatang pohon yang siap dihantam badai. Juga bebatuan yang siap dihantam ombak dan gelombang setiap saat. Tentu saja, agar sukses menuntut ilmu.
Ahmad ghazali Tahir, pria asal Gerung misalnya. Saya jumpa mahasiswa ini, saat duduk santai menikmati sore, depan kampus UNU. Sst...sst, udara dingin sore itu menyapa kami.
Ali, demikian ia disapa, sembari menuntut ilmu di Pendidikan Sosiologi UNU NTB, ia nyambi sebagai Grab. Profesi ini ia jalani tiga tahun lebih.
Pemuda kelahiran 1997 itu, dalam waktu dekat, jika tak ada aral melintang, akan menggondol gelar sarjana. "Alhamdulillah saya sudah ujian skripsi. Nunggu yudisium, terus nunggu wisuda. Terima kasih UNU. Selain saya dapet beasiswa, bahagia rasanya mnjadi keluarga besar kampus peradaban," ujarnya sambil tersenyum.
Pria, yang pernah punya mimpi jadi pemain bola, itu, ke depan-selepas wisuda memantapkan diri memulai bisnis kecil-kecilan. Juga siap untuk mengabdikan diri ikut mencerdaskan anak bangsa. "Ke depan, yaah ada rencana belajar berbisnis, nge-grab, juga mengamalkan ilmu di lembaga pendidikan," imbuh dia. Dulu-dulu bercita-cita jadi pemain sepak bola profesonal, tapi makin ke depan cita2 makin realistis. Pokoknya ke depan ingin buka usaha sambil ngajar, tambahnya.
Kuliah, lalu nyambi jadi tukang ojek saban hari, tentu bukanlah perkara enteng. Terlebih bila ikut membantu orang tuanya mencari nafkah. Ia harus cermat, pandai membagi waktu. Saat bertemu, dari sorot matanya, tampak rasa bahagia menyelimuti, sebab bisa menyelesaikan pendidikan sarjana.
Kata salah satu pembimbingnya, Andi Mulyan, "Ali ini mahasiswa yang bagus presentasenya saat sidang skripsi. Pertanyaan selalu bisa dijawab dengan tepat. Baik. "Untuk itu, saya kasi nilai bagus," sambungnya.
Bersamaan semilir angin yang berhembus. Sang surya segera bergeser ke barat sana. Hingga menjelma senja. Tenggelam di pelupuk mata. Saya pun segera beringsut, memenuhi panggilan istri yang sudah berkali-kali vidio call. "Pulang kanda," katanya manja. Ehemm.
Sekali lagi, jangan cepet nyerah pada keadaan.
Semoga menginspirasi.
Komentar
Posting Komentar