Langsung ke konten utama

jeritan orang-orang di sekitar kita

Foto 1, by : Orliniza



di tengah usianya yg tak lagi muda. Di tengah keterbatasan fisik, ia masih bisa survive. Semangatnya tidak redup tuk bekerja semampu, juga sekuat tenaga demi sesuap nasi. Juga demi menghidupi suaminya yang terkapar 'lumpuh' di pembaringan



IYA mumpung libur. Beberapa hari lalu, Kamis pagi, tepatnya 1 Juni, sempatkan diri ke pantai Senggigi. Seperti biasa, kalau ke pantai, iya renang, lari2 kecil, lalu jeda menikmati secangkir kopi hangat.     

Kali ini, terasa istimewa. Sy menikmati waktu senggang bareng keluarga. Dulu-dulu, kalau pergi, sy selalu bertiga, kini, setelah anak kedua hadir, jika hendak ke suatu tempat, naik motor, selalu ber-empat.

Foto 1. PAPUQ RABIAH

Sy singgah di Fresh Mart Senggigi membeli sesuatu, selepas dari pantai. Di parkiran, sy bertemu papuk Rabiah. Meski ngobrol hanya sebentar, banyak hal menarik yg saya peroleh tentangnya. 

Papuq Rabiah, hidup dari pendapatannya menjual barang rongsokan. Puluhan tahun ibu 4 anak itu melakoni profesi 'pemulung'. Hebatnya, ia memungut aneka jenis barang rongsokan dari atas kursi roda. "Sejak ditimpa belahan kayu 'Belandar' saat gempa, sejak itu sy duduk di kursi roda," cerita istri amaq Nuruddin pada saya.

Ia juga cerita ke sy, tentang dirinya yg hampir tak terjamah berbagai jenis bantuan pemerintah. Meski demikian, di tengah usianya yg tak lagi muda. Di tengah keterbatasan fisik, ia masih bisa survive. Semangatnya tidak redup tuk bekerja semampu, juga sekuat tenaga demi sesuap nasi. Juga demi menghidupi suaminya yang terkapar 'lumpuh' di pembaringan.

Barangkali seorang Rabiah, sedikit dari sekian banyak warga yg tidak tercover milyaran kucuran dana desa. Apa fenomena ini, tak mencabik-cabik perasaan kita. Terlebih jika kita sebagai pemimpin ? Entahlah. 

Mudahan, saat kita tua nanti, kita--minimal masih bisa seperti Papuq Rabiah, bisa bekerja bertahan dan masih mandiri tatkala kantor tempat kita bekerja, sudah tak butuh tenaga pikiran kita lagi.

Selepas memberikan sesuatu, sy meluncur ke tukang sayur, meninggalkan si nenek.

2. Foto pick up angkutan sampah 
milik PEMUDA PEDULI LINGKUNGAN


pick up yang dijadikan transportasi untuk mengangkut sampah


Sy juga bertemu sahabat lama, saat menemani istri membeli sayur. "Saya mencari dan mengumpulkan sampah, lalu mendapat upah seadanya dari situ," katanya. 

Sahabat sy itu, aktif menggerakkan teman2nya. Berangkat dari kprihatinan banyaknya warga yg membuang sampah sembarangan--dari situlah, sahabat sy ini bersama beberapa kawannya, untuk bersama2 menerima jasa pengangkut sampah 'panggilan'. 

Ia cerita ke sy. "Aktivitas kami ini, dipandang sebelah mata Pemdes salah satu desa di Lobar". Padahal jika Pemdes setempat, bisa mengakomodir giat2 seperti itu, begitu luas dampak yg dirasakan warga. "Bukankah kebersihan sebagian dari iman"??.  Kita masih bersyukur punya segelintir pemuda yg punya rasa peduli. Sementara, di luaran sana, tidak sedikit generasi muda psimis menatap masa depan. Mereka memilih apatis terhadap lingkungan sekitar. Soal remeh-temeh tak bernilai 'materi', mana peduli.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

salon motor dan Bayang-bayang semu

saat service motor SAYA hanya bisa geleng2 melihat begitu lihai kiri-kanan tangan Hadi--si tukang salon motor, saat mendandani tunggangan sy tadi pagi. Saya singgah ke tempat itu, selepas mengantar anak sekolah. Sehari-hari, Hadi, menghabiskan waktu menyaloni puluhan motor, mobil, aneka merek. Halaman teras rumahnya, ia jadikan tempat berkreativitas. Tak heran, dia tak perlu buru2 dikejar waktu hanya utk berangkat ngantor. Rumah mungil dan sederhana itulah yg ia jadikan tempat mendulang pundi-pundi rupiah. Yg unik bagi saya, Hadi, tidak butuh atribut seperti plank nama untuk promosi tempat kerjanya seperti kita lihat kebanyakan tempat di sektor bisnis (barang-jasa). Dia menggeser simbol2 promosi yg kerap kamuflase, itu dg bukti konkrit (hasil kerja) dan trust dari ratusan pelanggan.  "Saya gak pasang plank saja, insya Allah banyak pelanggan yg datang. Bahkan sy kewalahan. Apalagi salon motor ini, saya bikinin plank," kata  pria yang alumnus salah satu pesantren di

KELUYURAN ; Ajang Menikmati Waktu Senggang

foto : desa wisata Sade KELUYURAN sekiter sini-sini saja selalu bikin saya terkesima. Terkesima dg keunikan budaya, kebiasaan, panorama alam dan yang lain-lain. Apalagi bisa ke banyak tempat nun jauh di sono. Seneng keluyuran, membuat saya bermimpi mengunjungi banyak tempat. Tapi sayang keterbatasan itu kadang membuat langkah sedikit tersendat. Apalagi jika keluyuran ke sana kemari butuh transport, modal, kesiapan dan tetek bengek lainnya. Karenanya, dalam diam, keinginan-keinginan itu terpaksa harus dikubur.  Saat senggang, beberapa waktu lalu, saya nyoba keliling bareng si sulung. Saya awali dari ngajak dia ke museum. Di museum, ia terkaget-kaget melototin barang2 dan aneka macem yg menurut dia aneh. "Kok buku di kerangkeng. Kok ada buaya buatan di kurung dalam kaca," katanya.  "Kok ada foto, kok ada ini itu, di dalam kaca," sambungnya lagi penasaran.  Selepas dari museum, sy ajak lagi ke Sade. Penasarannya kambuh lagi. Kok atap rumah di sini beda ya,

Tembang (HUJAN MALAM MINGGU) dan Pentingnya Sikap REALISTIS

fhoto by : orliniza SAYA gak pernah kepikiran untuk ngopi dengan Capucino (sachetan), karena terbiasa ngopi Hitam. Saya pun gak pernah kepikiran untuk membaca buku berjudul, "Kata adalah Senjata" malam ini. Satu buku lama yg pernah saya beli secara online. Yang ada dalam pikiran saya, sejak dua bahkan tiga hari yang lalu : memenuhi janji bertamu ke rumah seseorang. Tapi apa yang terjadi? Hingga malam ketiga, janji itu tak bisa saya tunaikan. Padahal sedari awal saya siapkan. Justru sebaliknya, saya malah kejebak baca buku, ngopi sembari menikmati hujan malam minggu. Begitulah. Tak semua yg kita pikirkan, rencanakan, bisa terwujud. Justru yang tak terbersit di kepala sama sekali--malah itu yang terjadi ; itu yang kita lakukan. Itu yang kita peroleh. Dari sini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa hidup harus kita jalani secara realistis. Hidup itu gak perlu neka-neko. Hidup gak penting membutuhkan seseorang banyak drama, apalagi pencitraan. Hiduplah seadanya, se