Langsung ke konten utama

BIDUK DAN DADU KEHIDUPAN


ilustrasi, si bapak dan anak. gamer ulung permainan ular tangga


Hidup itu tidak selalu berurusan dengan angka-angka. Tetapi hidup melampui angka dan bilangan. Hidup tidak selamanya seperti yang kita bayangkan, yang kita rencanakan. Hidup penuh teka-teki. Hidup tak ubahnya eskapisme bundarnya bola yang tak ada ujung dan tepi


AKHIR-akhir ini, saya tak berdaya menerima ajakan putri saya bermain ular tangga setiap hari. Termasuk tadi malam. 

Tak terelakkan, masa-masa kecil saya saat bermain ular tangga terngiang kembali. Ternyata,--belakangan saya tahu bahwa permainan ular tangga ini sudah dimainkan sejak abad ke 2 masehi.

Permainan ular tangga merupakan suatu dari jenis game yang fenomenal. Juga digandrungi banyak orang.


BACA JUGA : Ikhlas dan sabar dalam penantian


Konon, permainan ini berasal dari negara India dengan nama Gyan Chaupar. Kemudian pada abad ke-13 Masehi, permainan ini mulai diperkenalkan oleh Dnyaneshwar atau dikenal juga sebagai Dnyandev, seorang santo Marathi di India. Permainan ular tangga yang ada saat ini dengan Gyan Chaupar berbeda dalam hal tujuan.



Game yang Melatih kepekaan kita

Main ular tangga melatih kita menghadapi situasi tak aman 'genting', manakala bidak berada di posisi 'ekor ular'. Konsekuensi berada di posisi itu membuat posisi kita  terjatuh. Kita pun harus mengejar angka-angka unik yg bisa mengerek posisi menuju angka2 kemenangan. Itu pun sesuai angka dadu yang kita lempar. Sedang berada di posisi tangga melatih agar tidak terlena dengan posisi 'singgasana' dan 'kekuasaan' yang sedang kita duduki. Kenapa? sebab bisa saja kita terperosok jatuh ke bawah lagi, bila angka dadu membawa ketidakberuntungan.

Semua bergantung dadu yang dilempar. Dan strategi kita melempar, menggulingkan dadu.

Apa hidup ini seperti itu.

Tentu tidak. Hidup itu tidak selalu berurusan dengan angka-angka. Tetapi hidup melampui angka dan bilangan. Hidup tidak selamanya seperti yang kita bayangkan, yg kita rencanakan. Hidup penuh teka-teki. Hidup tak ubahnya eskapisme bola yang tak ada ujung dan tepi.

Yg jauh lebih penting dalam hidup : berusaha, berdoa, bersyukur (ikhlas). Tanpa itu, kegalauan dan kecemasan terus mengitari. Rasa pesimisme terus membayangi. Ketakutan demi ketakutan terus menyelimuti, lalu dadamu berguncang tanpa henti barang sekejap. Lantaran terus diserang 'ketakutan'.

Saya teringat cerita Jhon Grisham penulis novel, "Rumah bercat putih". Grisham menulis :
"Ia bersenandung, cuma seorang gadis cantik mandi di sungai, menikmati air sejuk. ia tak melihat sekelilingnya dengan ketakutan".

Apa kaitannya? Anda bebas menafsirkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

salon motor dan Bayang-bayang semu

saat service motor SAYA hanya bisa geleng2 melihat begitu lihai kiri-kanan tangan Hadi--si tukang salon motor, saat mendandani tunggangan sy tadi pagi. Saya singgah ke tempat itu, selepas mengantar anak sekolah. Sehari-hari, Hadi, menghabiskan waktu menyaloni puluhan motor, mobil, aneka merek. Halaman teras rumahnya, ia jadikan tempat berkreativitas. Tak heran, dia tak perlu buru2 dikejar waktu hanya utk berangkat ngantor. Rumah mungil dan sederhana itulah yg ia jadikan tempat mendulang pundi-pundi rupiah. Yg unik bagi saya, Hadi, tidak butuh atribut seperti plank nama untuk promosi tempat kerjanya seperti kita lihat kebanyakan tempat di sektor bisnis (barang-jasa). Dia menggeser simbol2 promosi yg kerap kamuflase, itu dg bukti konkrit (hasil kerja) dan trust dari ratusan pelanggan.  "Saya gak pasang plank saja, insya Allah banyak pelanggan yg datang. Bahkan sy kewalahan. Apalagi salon motor ini, saya bikinin plank," kata  pria yang alumnus salah satu pesantren di

KELUYURAN ; Ajang Menikmati Waktu Senggang

foto : desa wisata Sade KELUYURAN sekiter sini-sini saja selalu bikin saya terkesima. Terkesima dg keunikan budaya, kebiasaan, panorama alam dan yang lain-lain. Apalagi bisa ke banyak tempat nun jauh di sono. Seneng keluyuran, membuat saya bermimpi mengunjungi banyak tempat. Tapi sayang keterbatasan itu kadang membuat langkah sedikit tersendat. Apalagi jika keluyuran ke sana kemari butuh transport, modal, kesiapan dan tetek bengek lainnya. Karenanya, dalam diam, keinginan-keinginan itu terpaksa harus dikubur.  Saat senggang, beberapa waktu lalu, saya nyoba keliling bareng si sulung. Saya awali dari ngajak dia ke museum. Di museum, ia terkaget-kaget melototin barang2 dan aneka macem yg menurut dia aneh. "Kok buku di kerangkeng. Kok ada buaya buatan di kurung dalam kaca," katanya.  "Kok ada foto, kok ada ini itu, di dalam kaca," sambungnya lagi penasaran.  Selepas dari museum, sy ajak lagi ke Sade. Penasarannya kambuh lagi. Kok atap rumah di sini beda ya,

Tembang (HUJAN MALAM MINGGU) dan Pentingnya Sikap REALISTIS

fhoto by : orliniza SAYA gak pernah kepikiran untuk ngopi dengan Capucino (sachetan), karena terbiasa ngopi Hitam. Saya pun gak pernah kepikiran untuk membaca buku berjudul, "Kata adalah Senjata" malam ini. Satu buku lama yg pernah saya beli secara online. Yang ada dalam pikiran saya, sejak dua bahkan tiga hari yang lalu : memenuhi janji bertamu ke rumah seseorang. Tapi apa yang terjadi? Hingga malam ketiga, janji itu tak bisa saya tunaikan. Padahal sedari awal saya siapkan. Justru sebaliknya, saya malah kejebak baca buku, ngopi sembari menikmati hujan malam minggu. Begitulah. Tak semua yg kita pikirkan, rencanakan, bisa terwujud. Justru yang tak terbersit di kepala sama sekali--malah itu yang terjadi ; itu yang kita lakukan. Itu yang kita peroleh. Dari sini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa hidup harus kita jalani secara realistis. Hidup itu gak perlu neka-neko. Hidup gak penting membutuhkan seseorang banyak drama, apalagi pencitraan. Hiduplah seadanya, se