Kemerdekaan sekadar ter-ekspresi lewat ritus seremoni belaka. Padahal makna sebenarnya yakni terhubung langsung dengan jeritan rakyat (masyarakat) lewat aksi dan program nyata yang sangat perlu dirasakan dampaknya. Bukan serupa kabel putus yang digunting segelintir elit sehingga gagal menabur cahaya
SEPANJANG jalan berjejer sang saka merah putih. Melambai, di sudut-sudut rumah. Berkibar dalam ikatan bambu yang tegak berdiri: bendera merah putih. Baliho beragam size terpampang mewah. Tersirat kalimat indah : Dirgahayu Indonesiaku. Seiring itu, pekik suara kemerdekaan nyaring terdengar. Dari ruang hampa, suara itu menggema. Menusuk kalbu. Menukik jantung hati. Hati siapa yang tak gembira? Hati siapa yang takjub? Anak bangsa terpesona.
17 Agustus ini. Kita merasa bahagia. Bahagia yang tak bisa diucap kata-kata.
Usai merayakan Hari Kemerdekaan, sorenya saya ajakin keluarga kecil menikmati kemewahan wisata pantai. "Inilah sedikit dari makna merdeka, nak. Kita bebas kemana-mana". Si sulung anak saya: terdiam. Rupanya ia belum mengerti arti 'kemerdekaan'.
Saat asyik menikmati secangkir kopi, sembari menggeser layar ponsel singgah di akun Instagram milik saya vidio yang menayangkan seorang pemimpin memeluk erat bendera merah putih. Tampak syahdu. Bibirnya seperti mengucap sesuatu. Entah apa doa yang ia panjatkan pada Tuhan untuk bangsa ini. "Atau mungkin pura-pura, sok nasionalisme"?
Kita kini telah merdeka. Kita bebas dari penjajah. Cemas dan takut yang setiap saat mengusik bathin lenyap dibasuh air hujan. Rasa itu datang lagi manakala menyaksikan penindasan dan keserakahan para pemimpin yang melupakan janjinya pada rakyat, warga.
Kemerdekaan itu tak hanya satu jalan. Kemerdekaan adalah rentetan dari jalur-jalur berbeda yang terhubung sehingga ditemukannya cahaya kehidupan untuk semua warga masyarakat
Sama seperti tahun lalu. 17 Agustus tahun ini kita mengenang kembali peristiwa bersejarah bangsa ini. Api kemerdekaan menyala. Bersamaan itu, api keserakahan dan pengkhianatan meracuni para pemimpin di segala lini.
Kemerdekaan tercatat tinta emas sejarah. Kemerdekaan serupa tunas baru bangsa ini. Tetapi sejarah juga menyimpan kisah kelam atas terbunuhnya Tan Malaka, tokoh hebat di masanya. Kematiannya menyimpan misteri. Tokoh pergerakan bangsa ini, harus rela bertahan hidup dengan berpindah-pindah menghindari penangkapan dan pembunuhan. Darah mengalir. Isak tangis keluarga menyayat naluri. Juga pengalaman getir dan nasib naas yang dialami sebagian pejuang lain di negeri ini. Memprihatinkan.
Kemerdekaan yang hilang gegara serakah
Kita menyaksikan perayaan kemerdekaan. Semua terekspresi dengan ritus-ritus lewat seremoni belaka. Sayangnya, ia tak pernah terhubung langsung dengan jeritan rakyat (masyarakat) lewat aksi dan program nyata yang sangat perlu dirasakan dampaknya. Ia serupa kabel putus yang digunting segelintir elit. Nyala-nya pun tak pernah mampu menerangi sudut, pelosok desa. Rumah mereka yang sempit hampir roboh dipenuhi teriakan histeris. Dalam diam tak kuat menanggung beban hidup.
Tak jadi soal segala bentuk refleksi atas momen bersejarah bangsa. Tetapi yang semesti yakni bagaimana kemerdekaan itu menjadi loncatan untuk memakmurkan rakyat. Seperti pernah diucap Bung Hatta Indonesia merdeka bukan tujuan akhir. Melainkan syarat untuk meraih bahagia, merasakan kemakmuran rakyat. Peringatan Bung Hatta itu sinyalemen bagi pemimpin untuk hidup bersahaja. Jauh dari serakah.
Iyanla Vanzant pemikir spiritualis AS pernah bilang, serakah itu arti sebenarnya mengambil lebih dari yang kamu berikan.
Hati manusia serakah; ia akan menggunakan agama, warna kulit, atau alasan lain untuk membenarkan keserakahannya. Salahkan hati manusia, ucap penulis terkenal Edward de Bono (1933-2021).
Nyata kita lihat, sikap itu tak bisa dibendung dari sikap pemimpin dari berbagai level. Penyakit itu terus menyala. Kontras dengan cita-cita kemerdekaan yang terus digemakan.
Tak mengapa ritus kemerdekaan meriah dan semarak, tetapi sebenarnya kita perlu merenung sejenak bahwa merdeka itu tak hanya satu jalan. Kemerdekaan adalah rentetan dari jalur-jalur berbeda yang terhubung sehingga ditemukannya cahaya kehidupan untuk semua masyarakat.
Kalau merdeka hanya dirasakan elit dan kelompok tertentu, apakah berarti kemerdekaan sepenuhnya bisa dirasakan. Tentu tidak?
Kemerdekaanmu belum tentu kemerdekaan kita. Apalagi kemerdekaan untuk kita bersama....?
Merdeka !
Salam.

Komentar
Posting Komentar