Menanam Kebaikan, Ilustrasi : blogger
Kematian itu selalu menghadapkan manusia pada situasi batas. Di mana ia tidak tahu kapan itu datang, sehingga mendesakkan diri manusia untuk selalu berbuat baik. Ya, berbuat kebaikan tanpa memegahkan diri meski sedang menikmati hasil dari sebuah prestasi yang sudah diperjuangkan
____________________________________
MANGGA madu yang tumbuh di halaman rumah pekarangan orang tua saya ini, seingat saya ditanam tahun 2002. Setahun setelah rumah yang kini saya tempati itu dibangun.
Saya masih inget bagaimana susah payah ngerawatnya. Mulai dari menyirami, menjaga agar daunnya tak habis diserbu kambing tetangga, dan dicabik-cabik bocah-bocah usil yang begitu bahagia menikmati masa kecilnya. Wajar. Mereka adalah bocah yang gak jauh beda 'nakalnya' dengan saya, saat kecil dulu. Selain itu, maklum kala itu rumah rumah belum ditembok. Melainkan, dipagari sembarang pohon yang tumbuh bebas.
Kini, pohon mangga dengan tinggi sekitar 8 s/d 9 meter itu, terus berbuah. Setiap musim mangga, buahnya lebat. Dahan Kiri kanan, timur dan barat, buahnya tampak bergelantungan. Keberadaan pohon mangga itu, selain bisa dinikmati buahnya, juga menghadirkan keteduhan. Di bawah pohon mangga itu pula berdiri berugak kecil yang jauh dari kemewahan. Pagarnya saya hiasi dengan bekas baliho dan daun kelangsah. Meski demikian, di berugak kecil itulah, apapun pekerjaan yang saya lakukan saya bereskan di situ. Mulai dari membaca, menulis, packing madu, dan job-job lain yang bisa mendatangkan cuan. Juga mengkhayal yang indah-indah. Termasuk berkhayal "kalau suatu saat saya punya berugak lebih bagus. Di sampingnya ada kolam ikan. Dipenuhi aneka bunga warna-warni".
Sayangnya, saya kurang doyan dengan mangga yang satu ini. Air liur saya mengucur deras jika ngeliat paok golek, paok arum manis, dan sederet mangga yang lainnya lagi.
"Kopinya kak," kata istriku. Rokok side yg sisa dua biji itu saya taruh di atas buku, di berugak, katanya. Perempuan hebat yang kucuri hatinya saat ia duduk di bangku kuliah semester V FKIP Unram itu lalu mendekat. Waow. Sore yang syahdu. Asyiknya bertukar kata dan rayuan.
Kebaikan Menanam
Pohon. Ya, pohon, pohon apa saja adalah ciptaan Tuhan. Sama seperti kita. Pohon punya sejuta manfaat. Seluruh bagiannya sangat berarti untuk kehidupan manusia.
Melalui metabolismenya, pohon memberi oksigen. Ia mengeluarkannya melalui daun, memberikan bahan bangunan kayu dengan batangnya, memberikan makanan melalui buahnya. Tidak hanya itu, dengan akarnya, pohon bisa mencegah banjir, mencegah longsor.
Keberadaannya sangat berarti bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi. Akan tetapi, faktanya? masih banyak juga yang tidak menyadari manfaat pohon. Banyak orang yang menebangi pohon di hutan secara beringas. Segelintir pihak, meratakannya dengan aspal dan menggantinya dengan bangunan-bangunan. Fatalnya, mereka tetapi tidak menanamnya kembali.
Jadi, menanam pohon, terlebih lagi buah-buahan, membawa banyak kebaikan dalam hidup kita.
Hidup kita juga begitu. Kita harus menanam, menanam kebaikan. Bukan menebar keburukan, membuat orang sakit hati dan kecewa.
Ingat, hukum alam selalu berlaku. Semakin sering anda melakukan keburukan pada sesama, maka keburukan itu akan berakibat pada diri anda sendiri. Sebaliknya, kebaikan-kebaikan yang anda lakukan, adalah investasi bagi diri anda sendiri.
Saya jadi inget, bagaimana orang tua saya menanam pohon mangga itu. Kini, berbuah kebaikan bagi saya pribadi. Juga keluarga saya. Dan menanam kebaikan itu tidak lain dan tidak bukan, sebagai modal kita menghadapi kematian. Kematian yang selalu dekat dengan kita. Kaitan hal ini, kata filsuf Karl Jasper : "Kematian itu selalu menghadapkan manusia pada situasi batas (grenz situationem), di mana ia tidak tahu kapan itu datang, sehingga mendesakkan diri manusia untuk selalu berbuat baik tanpa memegahkan diri meski sedang menikmati hasil dari sebuah prestasi yang sudah diperjuangkan".
Teruslah menanam kebaikan guys !
Komentar
Posting Komentar