Langsung ke konten utama

Yuk Kita Bahagia

Sekaput lupis dan injil dalam balutan gula merah, Sabtu pagi ini




SAYA termasuk orang yang tidak neko-neko untuk urusan makanan. Apa yang ada, pasti saya sikat. Yang saya pilah-pilih itu palingan rokok. Itu pun kalau ada. Kalau lagi gak ada, ya disinilah istilah substitusi (dalam science of economic) jadi pilihan. Maka, lintingan pun jadi.


Sabtu (08/7) pagi yang indah ini, menikmati segelas kopi madu hangat berteman sekaput Lupis plus injil dalam balutan gula merah yang segar. hehe. Kalau di saya, ini jelas suatu kemewahan. Saya pikir praktik syukur yang harus terus saya biasakan. Dan mesti saya warisi pada dua anak saya.


Kalau untuk merasa mewah dalam hal sederhana saja, kita ribet, bagaimana untuk hal-hal lain. Dalam konteks ini, sama Anda menggantungkan kebahagiaan pada orang lain, pada benda, bukan pada diri anda. Konsep konsumsi dalam ekonomi Islam ya, seperti itu. Duhh..betapa ribetnya kan !! kalau untuk bahagia saja, anda mesti punya ini dan itu...Tapi ya sudahlah, itu kan pilihan Anda. Kalau saya kan beda.

Bahagia itu, sebenarnya sederhana. Praktiknya, misal, ketika anda dapat jatah dari proyek sesuai dengan yang semestinya, dan anda memanfaatkannya dengan baik, ya itulah dia. Tapi kalau anda, menghalalkan segala cara untuk memperoleh sesuatu, yakinlah bahwa ini adalah suatu proses yang tidak akan membawa anda pada kebahagiaan hakiki. Anda boleh sepakat, boleh tidak, tetapi itulah kerangka hukum yang ditetapkan Allah. Bahwa : "segala sesuatu yang kita peroleh dengan jalan benar, itu adalah keharusan, kemuliaan". Begitu juga sebaliknya, " Bahwa jika anda, mencurangi orang, mendapatkan sesuatu yang bukan milik anda, Kata Allah, "Tunggulah. Anda adalah orang celaka. " Celakalah orang-orang yang berbuat curang" terang sang pencipta.


Kembali ke soal Bahagia. Bahwa di dunia ini tidak ada yang kepengen tidak bahagia. Dan malah justru kebahagiaan itulah yang harus kita cari. Tapi sayangnya, untuk bahagia, ada proses yang kita lalui. Ada tahapan yang mesti kita lewati.


Kebahagiaan juga relatif. Artinya, bahagia saya, tentu berbeda dengan Bahagianya anda. Begitu seterusnya.


Ada pesan hikmah menarik yang perlu kita pegang. Pesan itu berbunyi : "Kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan yang mampu memanfaatkan situasi dan kondisi dalam bentuk apapun".


Pesan salah seorang pujangga dari negeri barat sana bilang, "Enjoy your life without measuring the other".


Akhir kata, kita harus bahagia. Anda harus bahagia. Bahagia itu semudah membalik telapak tangan.


Hidup bahagia, itu pada anda, bukan orang lain, sebagaimana idiom :
Enjoy your life without measuring the other. Artinya : Nikmatilah hidupmu, tanpa pernah membanding-bandingkanya dengan orang lain.


Sehat dan bahagia selalu untuk kita semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

salon motor dan Bayang-bayang semu

saat service motor SAYA hanya bisa geleng2 melihat begitu lihai kiri-kanan tangan Hadi--si tukang salon motor, saat mendandani tunggangan sy tadi pagi. Saya singgah ke tempat itu, selepas mengantar anak sekolah. Sehari-hari, Hadi, menghabiskan waktu menyaloni puluhan motor, mobil, aneka merek. Halaman teras rumahnya, ia jadikan tempat berkreativitas. Tak heran, dia tak perlu buru2 dikejar waktu hanya utk berangkat ngantor. Rumah mungil dan sederhana itulah yg ia jadikan tempat mendulang pundi-pundi rupiah. Yg unik bagi saya, Hadi, tidak butuh atribut seperti plank nama untuk promosi tempat kerjanya seperti kita lihat kebanyakan tempat di sektor bisnis (barang-jasa). Dia menggeser simbol2 promosi yg kerap kamuflase, itu dg bukti konkrit (hasil kerja) dan trust dari ratusan pelanggan.  "Saya gak pasang plank saja, insya Allah banyak pelanggan yg datang. Bahkan sy kewalahan. Apalagi salon motor ini, saya bikinin plank," kata  pria yang alumnus salah satu pesantren di

KELUYURAN ; Ajang Menikmati Waktu Senggang

foto : desa wisata Sade KELUYURAN sekiter sini-sini saja selalu bikin saya terkesima. Terkesima dg keunikan budaya, kebiasaan, panorama alam dan yang lain-lain. Apalagi bisa ke banyak tempat nun jauh di sono. Seneng keluyuran, membuat saya bermimpi mengunjungi banyak tempat. Tapi sayang keterbatasan itu kadang membuat langkah sedikit tersendat. Apalagi jika keluyuran ke sana kemari butuh transport, modal, kesiapan dan tetek bengek lainnya. Karenanya, dalam diam, keinginan-keinginan itu terpaksa harus dikubur.  Saat senggang, beberapa waktu lalu, saya nyoba keliling bareng si sulung. Saya awali dari ngajak dia ke museum. Di museum, ia terkaget-kaget melototin barang2 dan aneka macem yg menurut dia aneh. "Kok buku di kerangkeng. Kok ada buaya buatan di kurung dalam kaca," katanya.  "Kok ada foto, kok ada ini itu, di dalam kaca," sambungnya lagi penasaran.  Selepas dari museum, sy ajak lagi ke Sade. Penasarannya kambuh lagi. Kok atap rumah di sini beda ya,

Tembang (HUJAN MALAM MINGGU) dan Pentingnya Sikap REALISTIS

fhoto by : orliniza SAYA gak pernah kepikiran untuk ngopi dengan Capucino (sachetan), karena terbiasa ngopi Hitam. Saya pun gak pernah kepikiran untuk membaca buku berjudul, "Kata adalah Senjata" malam ini. Satu buku lama yg pernah saya beli secara online. Yang ada dalam pikiran saya, sejak dua bahkan tiga hari yang lalu : memenuhi janji bertamu ke rumah seseorang. Tapi apa yang terjadi? Hingga malam ketiga, janji itu tak bisa saya tunaikan. Padahal sedari awal saya siapkan. Justru sebaliknya, saya malah kejebak baca buku, ngopi sembari menikmati hujan malam minggu. Begitulah. Tak semua yg kita pikirkan, rencanakan, bisa terwujud. Justru yang tak terbersit di kepala sama sekali--malah itu yang terjadi ; itu yang kita lakukan. Itu yang kita peroleh. Dari sini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa hidup harus kita jalani secara realistis. Hidup itu gak perlu neka-neko. Hidup gak penting membutuhkan seseorang banyak drama, apalagi pencitraan. Hiduplah seadanya, se