Ilustrasi, house
Rasa cemas, seperti titik- titik air hujan yg sulit reda, sehingga tak bisa membuatku melanjutkan perjalanan lagi. Ah, rumah itu, kenapa harus berubah. Kenapa tempat itu--kini-- sesunyi itu, sesunyi si fulan yang tak mampu menumpahkan rasa rindunya
DULU, rumah itu terasa 'hidup', ramai oleh penghuni di dalamnya. Bersyukurlah saya pernah singgah di rumah itu.
Rumah itu, selama saya tinggal dan berinteraksi bersama puluhan bahkan ratusan penghuninya, harus jujur saya akui, telah menggembleng kpribadian saya. Juga menggembleng kawan2-kawan saya. Di rumah itu pula, saya memperoleh banyak hal.
Selepas tinggal di rumah itu, cukup lama saya tak mampir, apalagi untuk menginap.
Sy tak ingin, harus berlama-lama 'membeku' di rumah itu. Saya harus singgah lagi di rumah-rumah lain. Saya harus mengejar mimpi-mimpi saya lagi yang belum saya raih.
Sekian tahun berlalu. Hari berganti minggu, bulan berganti tahun. Waktu terus bergulir. Musim-musim pun berganti. Dan suatu ketika, saya kembali lagi, menginjakkan kaki di situ.
Saat berada di situ, saya merasakan : ada yg berubah. Seketika sunyi mendekap, dingin menyergap. Entahlah ! "Aku menyulut sebatang rokok".
Perasaan2 mulai berubah. Rasa cemas, seperti titik- titik air hujan yg sulit reda, sehingga tak bisa membuatku melanjutkan perjalanan lagi. Ah, rumah itu, kenapa harus berubah. Kenapa tempat itu--kini-- sesunyi itu, sesunyi si fulan yang tak mampu menumpahkan rasa rindunya.
Dan, hingga malam itu, saya masih belum bisa memejamkan kedua mata. Di kepala, masih berkelebat pikiran-pikiran yg membuatku tak leluasa berangan-angan, tak bisa berkata apa-apa.
"Bangun kak, bedug sahur udah bunyi," kata istriku.
Ternyata, aku lelap tertidur, tak sadar diri.
Komentar
Posting Komentar