Langsung ke konten utama

Kata, bahasa dan Senjata


Ilustrasi


Kita bisa tahu rentetan kisah, perjalanan dan beragam peritiwa masa lalu, melalui cerita-cerita dan tuturan orang yang kita tanya dan mintai informasi: keterangan.

Lalu, informasi yang kita dapatkan, apa yang dituturkan, diceritakan, itu tak lain rangkaian kata kata sebagai ejawantah bahasa. Ia direalisir ke dalam kisah, cerita dan dongeng. Maka ketika suatu cerita, dongeng, yang tak punya jejak atau sumber yang tak bisa ditelusur, kehadiran sebuah kata-kata menjadi penting untuk ia utarakan kepada pada pemburu data, informasi. Maka tampak jelas, betapa sebuah 'kata-kata' memiliki sesuatu yang dahsyat. 

Hebatnya kata kata mampu menampakkan yang tak jelas menjadi lebih terlihat, bahkan menjadikan suatu yang tiada menjadi ada, terlepas apakah sesuatu yang dibuat itu memang meng(ada-ada) atau benar adanya.

Kata kata memang sakti. Ia merupakan uraian dari apa yang diungkapkan seseorang melalui tuturan tuturan yang bisa membuat orang mengerti dan memahami segala hal. Kata kata memang kelewat sakti.

Ketika sumber berupa catatan, dokumen, atau yang lainnya tidak ada, di sini peran kata-kata sepertinya harus menjadi sumber utama untuk dijadikan pegangan. Kata-kata yang dimaksud dalam kaitan ini, tak lain dan tiada bukan: cerita, tuturan-tuturan dari orang yang pernah hidup sezaman, pernah dekat dengan objek/tokoh (yang digali sejarah hidupnya). Atau minimal orang yang menuturkan tahu rekam jejak si tokoh.

Kenapa, menelanjangi sejarah hidup orang/tokoh itu penting? Iya tentu penting lah. Kita bisa mencari teladan, kita bisa belajar dan mereguk hikmah sejarah kehidupan mereka. 

Lalu kalau sudah terdokumentasi utuh seperti buku bagaimana? Jawabnya: iya ketimbang tidak ada. Lebih baik ada, meski tidak semua tertarik untuk melihat apalagi membaca. Jika ini faktanya: di sinilah peran kita, tugas semua, agar kita berikhtiar untuk mengubah itu. 

Sekarang kita menulis para pendahulu kita. Besok dan di kemudian hari anak anak kita juga melakukan hal yang sama. Tapi kalau kita tidak memberi contoh pada anak dan generasi muda, memulainya dari sekarang, sangat tidak mungkin mereka akan menulis. Apalagi peduli terhadap instruksi sang pencipta untuk melek literasi, sebagaimana tertulis dalam QS al-alaq.
Berikut surat Al Alaq ayat 1-5 :
1)Membaca dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah;  3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia; 4. Yang mengajar (manusia) dengan pena; 5). Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Memahami lepas kalam Allah di atas, meneguhkan bahwa sesuatu yang dipelajari manusia yang tidak terlepas dari ilmu pengetahuan, maka instrumen 'tulisan' yang merupakan perwujudan dari ilmu pengetahuan sungguh luar biasa. Kata itu telah menjadi senjata untuk memahami dan memberikan pemahaman pada manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

salon motor dan Bayang-bayang semu

saat service motor SAYA hanya bisa geleng2 melihat begitu lihai kiri-kanan tangan Hadi--si tukang salon motor, saat mendandani tunggangan sy tadi pagi. Saya singgah ke tempat itu, selepas mengantar anak sekolah. Sehari-hari, Hadi, menghabiskan waktu menyaloni puluhan motor, mobil, aneka merek. Halaman teras rumahnya, ia jadikan tempat berkreativitas. Tak heran, dia tak perlu buru2 dikejar waktu hanya utk berangkat ngantor. Rumah mungil dan sederhana itulah yg ia jadikan tempat mendulang pundi-pundi rupiah. Yg unik bagi saya, Hadi, tidak butuh atribut seperti plank nama untuk promosi tempat kerjanya seperti kita lihat kebanyakan tempat di sektor bisnis (barang-jasa). Dia menggeser simbol2 promosi yg kerap kamuflase, itu dg bukti konkrit (hasil kerja) dan trust dari ratusan pelanggan.  "Saya gak pasang plank saja, insya Allah banyak pelanggan yg datang. Bahkan sy kewalahan. Apalagi salon motor ini, saya bikinin plank," kata  pria yang alumnus salah satu pesantren di

KELUYURAN ; Ajang Menikmati Waktu Senggang

foto : desa wisata Sade KELUYURAN sekiter sini-sini saja selalu bikin saya terkesima. Terkesima dg keunikan budaya, kebiasaan, panorama alam dan yang lain-lain. Apalagi bisa ke banyak tempat nun jauh di sono. Seneng keluyuran, membuat saya bermimpi mengunjungi banyak tempat. Tapi sayang keterbatasan itu kadang membuat langkah sedikit tersendat. Apalagi jika keluyuran ke sana kemari butuh transport, modal, kesiapan dan tetek bengek lainnya. Karenanya, dalam diam, keinginan-keinginan itu terpaksa harus dikubur.  Saat senggang, beberapa waktu lalu, saya nyoba keliling bareng si sulung. Saya awali dari ngajak dia ke museum. Di museum, ia terkaget-kaget melototin barang2 dan aneka macem yg menurut dia aneh. "Kok buku di kerangkeng. Kok ada buaya buatan di kurung dalam kaca," katanya.  "Kok ada foto, kok ada ini itu, di dalam kaca," sambungnya lagi penasaran.  Selepas dari museum, sy ajak lagi ke Sade. Penasarannya kambuh lagi. Kok atap rumah di sini beda ya,

Tembang (HUJAN MALAM MINGGU) dan Pentingnya Sikap REALISTIS

fhoto by : orliniza SAYA gak pernah kepikiran untuk ngopi dengan Capucino (sachetan), karena terbiasa ngopi Hitam. Saya pun gak pernah kepikiran untuk membaca buku berjudul, "Kata adalah Senjata" malam ini. Satu buku lama yg pernah saya beli secara online. Yang ada dalam pikiran saya, sejak dua bahkan tiga hari yang lalu : memenuhi janji bertamu ke rumah seseorang. Tapi apa yang terjadi? Hingga malam ketiga, janji itu tak bisa saya tunaikan. Padahal sedari awal saya siapkan. Justru sebaliknya, saya malah kejebak baca buku, ngopi sembari menikmati hujan malam minggu. Begitulah. Tak semua yg kita pikirkan, rencanakan, bisa terwujud. Justru yang tak terbersit di kepala sama sekali--malah itu yang terjadi ; itu yang kita lakukan. Itu yang kita peroleh. Dari sini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa hidup harus kita jalani secara realistis. Hidup itu gak perlu neka-neko. Hidup gak penting membutuhkan seseorang banyak drama, apalagi pencitraan. Hiduplah seadanya, se