Langsung ke konten utama

desa dan ilusi







(FOTO : saat diberi kesempatan menjadi narasumber dalam kegiatan pemberdayaan desa dan literasi digital sekaligus promosi madu)


Di tengah massifnya perkembangan IPTEK, tidak sedikit desa-desa yang belum maksimal memanfaatkan teknologi untuk berbagai kebutuhan. Bahkan oknumnya 'cuek-bebek' bila ada diskusi, sharing berbasis literasi, peningkatan skil dan pengetahuan.

Berbagai kegiatan yang menelan anggaran besar, terkesan seremoni belaka, tanpa menghasilkan produk yang jelas dan langsung berdampak pada masyarakat.

Tak heran kemudian, sederet rencana, program 'desa' yang menyangkut kepentingan hajat hidup masyarakat belum bisa dipenuhi alias gagal 'total'. Yang ada hanya, kesan seremoni, nihil substansi. 

Jika itu terjadi terus menerus, belum lagi tidak didukung daya kritis masyarakat--lantaran dibendung 'tangan besi' kepala desa yang kadang merasa paling wah--maka harapan mewujudkan desa yg mandiri dan berdampak pd kesejahteraan masyarakat hanya ilusi. 

Apa ini akan terus menerus terjadi? Masih belum puaskah nafsu serakah yg ada pada diri kita utk menghalalkan segala cara? Hah !. Entahlah. Pertanyaan yg gampang2 susah untuk dijawab. Tapi bukan berarti tidak ada jalan keluarnya.

Kita patut bangga, terhadap desa-desa yang giat menginisiasi banyak hal untuk kemajuan desa dan masyarakat. Khidmat mereka itu luar biasa. Sebuah perkkhidamatan dunia akhirat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

salon motor dan Bayang-bayang semu

saat service motor SAYA hanya bisa geleng2 melihat begitu lihai kiri-kanan tangan Hadi--si tukang salon motor, saat mendandani tunggangan sy tadi pagi. Saya singgah ke tempat itu, selepas mengantar anak sekolah. Sehari-hari, Hadi, menghabiskan waktu menyaloni puluhan motor, mobil, aneka merek. Halaman teras rumahnya, ia jadikan tempat berkreativitas. Tak heran, dia tak perlu buru2 dikejar waktu hanya utk berangkat ngantor. Rumah mungil dan sederhana itulah yg ia jadikan tempat mendulang pundi-pundi rupiah. Yg unik bagi saya, Hadi, tidak butuh atribut seperti plank nama untuk promosi tempat kerjanya seperti kita lihat kebanyakan tempat di sektor bisnis (barang-jasa). Dia menggeser simbol2 promosi yg kerap kamuflase, itu dg bukti konkrit (hasil kerja) dan trust dari ratusan pelanggan.  "Saya gak pasang plank saja, insya Allah banyak pelanggan yg datang. Bahkan sy kewalahan. Apalagi salon motor ini, saya bikinin plank," kata  pria yang alumnus salah satu pesantren di

KELUYURAN ; Ajang Menikmati Waktu Senggang

foto : desa wisata Sade KELUYURAN sekiter sini-sini saja selalu bikin saya terkesima. Terkesima dg keunikan budaya, kebiasaan, panorama alam dan yang lain-lain. Apalagi bisa ke banyak tempat nun jauh di sono. Seneng keluyuran, membuat saya bermimpi mengunjungi banyak tempat. Tapi sayang keterbatasan itu kadang membuat langkah sedikit tersendat. Apalagi jika keluyuran ke sana kemari butuh transport, modal, kesiapan dan tetek bengek lainnya. Karenanya, dalam diam, keinginan-keinginan itu terpaksa harus dikubur.  Saat senggang, beberapa waktu lalu, saya nyoba keliling bareng si sulung. Saya awali dari ngajak dia ke museum. Di museum, ia terkaget-kaget melototin barang2 dan aneka macem yg menurut dia aneh. "Kok buku di kerangkeng. Kok ada buaya buatan di kurung dalam kaca," katanya.  "Kok ada foto, kok ada ini itu, di dalam kaca," sambungnya lagi penasaran.  Selepas dari museum, sy ajak lagi ke Sade. Penasarannya kambuh lagi. Kok atap rumah di sini beda ya,

Tembang (HUJAN MALAM MINGGU) dan Pentingnya Sikap REALISTIS

fhoto by : orliniza SAYA gak pernah kepikiran untuk ngopi dengan Capucino (sachetan), karena terbiasa ngopi Hitam. Saya pun gak pernah kepikiran untuk membaca buku berjudul, "Kata adalah Senjata" malam ini. Satu buku lama yg pernah saya beli secara online. Yang ada dalam pikiran saya, sejak dua bahkan tiga hari yang lalu : memenuhi janji bertamu ke rumah seseorang. Tapi apa yang terjadi? Hingga malam ketiga, janji itu tak bisa saya tunaikan. Padahal sedari awal saya siapkan. Justru sebaliknya, saya malah kejebak baca buku, ngopi sembari menikmati hujan malam minggu. Begitulah. Tak semua yg kita pikirkan, rencanakan, bisa terwujud. Justru yang tak terbersit di kepala sama sekali--malah itu yang terjadi ; itu yang kita lakukan. Itu yang kita peroleh. Dari sini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa hidup harus kita jalani secara realistis. Hidup itu gak perlu neka-neko. Hidup gak penting membutuhkan seseorang banyak drama, apalagi pencitraan. Hiduplah seadanya, se