Foto: saat diskusi dg Mark di pantai Ekas, pantai kura2, bukit teletubis dan pantai surga
Delapan tahun silam pernah menginjakkan kaki di sini, di pantai Ekas, Jerowaru Lotim. Dan siang pada Sabtu (26/2), bareng beberapa sahabat sempat singgah lagi di Pantai itu. Seketika kenangan lama terngiang di kepala.
Begitu tiba, kami disambut puluhan bocah yang terlihat asyik bermain bola kasti.
Tak jauh dari tempat kami berdiri. Dari jauh kulihat bocah berkulit kelam, asyik menikmati gedget. Sedang yang lain saya lihat asyik bermain dan membantu orang tuanyanya melaut.
Saya juga bertemu Mark, bule asal Itali. Pria berbadan ramping itu, lahir di kota Venich. Tak disangka, begitu ngobrol, serasa sudah kenal lama.
Dia pun tak sungkan cerita ke kami, tentang awal kali pertama ia menginjakkan kaki di Lombok, bersama perempuan asal NTT, perempuan yang dicintai--yang kini menjadi pendamping hidupnya. Waow kren. Dua sejoli beda negara, bisa menyatu gegara Cinta. Keduanya pun mati matian memperjuangkan cintanya. Dua itu telah menjadi satu. Hidup bersama setembok dan seatap. Jodoh memang, tak kenal jauh.
Dia mulai cerita dengan bahasa Inggris campur Indonesia dan Sasak. Katanya, "Saya hobi jalan2. Pernah nginap di beberapa hotel di jawa. Lalu ke Sanur Bali. Di Bali, ia menginap selama kurang lebih 3 Minggu. Selama tiga minggu di pulau dewata, saya keluyuran ke sana kemari diajak driver, hingga akhirnya tiba di Lombok".
Saat konkow bersama driver, si driver minta perjalanan ditunda sebentar. "Saya berhenti sebentar, di kampung saya ada acara. Sorry ya," kata Mark meniru ucapan drivernya itu.
Mark mengungkapkan, sejak saat itu, hatinya tertambat larut pada negeri ini: Indonesia. Lombok, terutama.
Lebih dari sepuluh tahun hidup di Lombok, membuat cinta Mark pada Indonesia makin kuat. Di Ekas, dia tinggal di tepi pantai. Ia berbaur bersama masyarakat. Sembari ia mengelola Villa, ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan pendidikan.
Bersama istrinya, ia mengelola komunitas yang sebagian besar anggotanya usia anak sekolah. Diajarinya, puluhan bocah itu berbahasa Inggris, Itali, dan lainnya.
Saya tanya dia lebih jauh, meski sy terbata2 berbhasa inggris, "What is your goal that activity?. "Ohh..the good question," said him.
He said, "I hope that they are hav language skill for communicate other than Indonesian and can be Ekas promote".
"Don't you miss your family in Italy?," tanyaku lagi.
"miss it for sure.haha.. But now I can release my longing with chat (whatsap) N video calls," said.
Hmmm..yes yes, timpalku
Bagi dia, keluarga tetap keluarga. Tetapi tentang di mana kita menetap, tinggal, seperti misalnya saya, itu adalah pilihan kita. Bukan pilihan keluarga. Jadi itu dua hal berbeda.
Kalau Elizabet Gilbert Penulis terkenal itu takjub dg Islam sebab terbius oleh ramahnya orang Lombok, sedang Mark, mereguk rasa damai dan tentram itu di Lombok. Amazing.
Selepas mampir di Ekas, bergeser ke Pantai Kura-kura. Lalu ke bukit Teletubis. Kren.
Sepanjang jalan kami disuguhi view2 indah dan memanjakan mata. Ribuan bahkan mungkin jutaan tanaman jagung tegak berdiri di sepanjang jalan menuju Kura kura beach, bukit teletubis dan pantai surga.
Subhanallah. Sungguh besar dan luas serta tak terhitung karunia Tuhan.
"Ternyata kebebasan itu mahal juga ya," ujar kawanku itu.
Semoga kita semua sehat n selalu mereguk berkah.
Begitu tiba, kami disambut puluhan bocah yang terlihat asyik bermain bola kasti.
Tak jauh dari tempat kami berdiri. Dari jauh kulihat bocah berkulit kelam, asyik menikmati gedget. Sedang yang lain saya lihat asyik bermain dan membantu orang tuanyanya melaut.
Saya juga bertemu Mark, bule asal Itali. Pria berbadan ramping itu, lahir di kota Venich. Tak disangka, begitu ngobrol, serasa sudah kenal lama.
Dia pun tak sungkan cerita ke kami, tentang awal kali pertama ia menginjakkan kaki di Lombok, bersama perempuan asal NTT, perempuan yang dicintai--yang kini menjadi pendamping hidupnya. Waow kren. Dua sejoli beda negara, bisa menyatu gegara Cinta. Keduanya pun mati matian memperjuangkan cintanya. Dua itu telah menjadi satu. Hidup bersama setembok dan seatap. Jodoh memang, tak kenal jauh.
Dia mulai cerita dengan bahasa Inggris campur Indonesia dan Sasak. Katanya, "Saya hobi jalan2. Pernah nginap di beberapa hotel di jawa. Lalu ke Sanur Bali. Di Bali, ia menginap selama kurang lebih 3 Minggu. Selama tiga minggu di pulau dewata, saya keluyuran ke sana kemari diajak driver, hingga akhirnya tiba di Lombok".
Saat konkow bersama driver, si driver minta perjalanan ditunda sebentar. "Saya berhenti sebentar, di kampung saya ada acara. Sorry ya," kata Mark meniru ucapan drivernya itu.
Mark mengungkapkan, sejak saat itu, hatinya tertambat larut pada negeri ini: Indonesia. Lombok, terutama.
Lebih dari sepuluh tahun hidup di Lombok, membuat cinta Mark pada Indonesia makin kuat. Di Ekas, dia tinggal di tepi pantai. Ia berbaur bersama masyarakat. Sembari ia mengelola Villa, ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan pendidikan.
Bersama istrinya, ia mengelola komunitas yang sebagian besar anggotanya usia anak sekolah. Diajarinya, puluhan bocah itu berbahasa Inggris, Itali, dan lainnya.
Saya tanya dia lebih jauh, meski sy terbata2 berbhasa inggris, "What is your goal that activity?. "Ohh..the good question," said him.
He said, "I hope that they are hav language skill for communicate other than Indonesian and can be Ekas promote".
"Don't you miss your family in Italy?," tanyaku lagi.
"miss it for sure.haha.. But now I can release my longing with chat (whatsap) N video calls," said.
Hmmm..yes yes, timpalku
Bagi dia, keluarga tetap keluarga. Tetapi tentang di mana kita menetap, tinggal, seperti misalnya saya, itu adalah pilihan kita. Bukan pilihan keluarga. Jadi itu dua hal berbeda.
Kalau Elizabet Gilbert Penulis terkenal itu takjub dg Islam sebab terbius oleh ramahnya orang Lombok, sedang Mark, mereguk rasa damai dan tentram itu di Lombok. Amazing.
Selepas mampir di Ekas, bergeser ke Pantai Kura-kura. Lalu ke bukit Teletubis. Kren.
Sepanjang jalan kami disuguhi view2 indah dan memanjakan mata. Ribuan bahkan mungkin jutaan tanaman jagung tegak berdiri di sepanjang jalan menuju Kura kura beach, bukit teletubis dan pantai surga.
Subhanallah. Sungguh besar dan luas serta tak terhitung karunia Tuhan.
"Ternyata kebebasan itu mahal juga ya," ujar kawanku itu.
Semoga kita semua sehat n selalu mereguk berkah.
Demikian beberapa gelintir orang luar yang merasakan damai di Lombok, pulau seribu masjid.
Komentar
Posting Komentar