Langsung ke konten utama

Jujur dan Tulus tak bisa Dikalahkan



with my children niscaya orliniza masyhur


Bagiku menarik menulis beberapa penggal kalimat yang disampaikan pengurus pusat LPTNU Prof Dr Maskuri saat beliau mampir di Kampus UNU NTB.
Beliau bilang, "Kunci segala sesuatu adalah membangun dengan hati yang jujur dan tulus"

Pertanyaanku: masihkah ada orang yang mau melakukan sesuatu secara jujur dan tulus berkorban? 
Aku sangsi. Pertanyaan itu rasanya agak sulit dijawab. Apalagi era kehidupan dewasa ini. Di mana kita menemukan kondisi yang kompleks dan dinamis, terlebih lagi bila dikaitkan dengan kebutuhan 'materi'. Yang ada, malah, "Saya kerja ini dapat apa; bagian saya berapa?" Ya, nyatanya begitu. 
Prof Maskuri juga bilang, "Intelektual dan rasional yang kuat tak akan bisa kokoh tanpa kekuatan spiritual". Kalau bicara intelektual orang selalu ingin merasionalisasikan segala sesuatu. Kadang yang tak cocok untuk dirasionalisasikan, inginnnya: harus rasional. Untuk itu, kekuatan spiritual tak bisa diindahkan begitu saja.

Juga Prof Maskuri bilang, "Perlu membangun atmosfir religius". Apa bisa? Sekarang sebagian dari kita banyak terkesan fobia dengan istilah religius. Tapi, bagi Rektor Unisma tidak. Atmosfir religius harus dibangun dan terus dikembangkan.

Saya sepakat point-point yang disampaikan Prof Maskuri. Ah itu kan teoritis? Siapa bilang. 
Prof Maskuri mempraktikkan apa yang disampaikan dan saya catat sebagi point point penting. Ampuhnya ketulusan dan kejujuran ia ikhtiarkan terus menerus untuk membangun Unisma, di mana ia, di situ diamanahkan menjadi Rektor. Kampus Unisma cukup diperhitungkan. Perkembangan kampus itu cukup cepat. Mahasiswanya, banyak berasal dari luar negeri. "Kurang lebih dua puluh negara, menjadi mahasiswa kami di Unisma," katanya. Banyak perkembangan dan kemajuan yang telah diraih salah satu kampus swasta itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

salon motor dan Bayang-bayang semu

saat service motor SAYA hanya bisa geleng2 melihat begitu lihai kiri-kanan tangan Hadi--si tukang salon motor, saat mendandani tunggangan sy tadi pagi. Saya singgah ke tempat itu, selepas mengantar anak sekolah. Sehari-hari, Hadi, menghabiskan waktu menyaloni puluhan motor, mobil, aneka merek. Halaman teras rumahnya, ia jadikan tempat berkreativitas. Tak heran, dia tak perlu buru2 dikejar waktu hanya utk berangkat ngantor. Rumah mungil dan sederhana itulah yg ia jadikan tempat mendulang pundi-pundi rupiah. Yg unik bagi saya, Hadi, tidak butuh atribut seperti plank nama untuk promosi tempat kerjanya seperti kita lihat kebanyakan tempat di sektor bisnis (barang-jasa). Dia menggeser simbol2 promosi yg kerap kamuflase, itu dg bukti konkrit (hasil kerja) dan trust dari ratusan pelanggan.  "Saya gak pasang plank saja, insya Allah banyak pelanggan yg datang. Bahkan sy kewalahan. Apalagi salon motor ini, saya bikinin plank," kata  pria yang alumnus salah satu pesantren di

KELUYURAN ; Ajang Menikmati Waktu Senggang

foto : desa wisata Sade KELUYURAN sekiter sini-sini saja selalu bikin saya terkesima. Terkesima dg keunikan budaya, kebiasaan, panorama alam dan yang lain-lain. Apalagi bisa ke banyak tempat nun jauh di sono. Seneng keluyuran, membuat saya bermimpi mengunjungi banyak tempat. Tapi sayang keterbatasan itu kadang membuat langkah sedikit tersendat. Apalagi jika keluyuran ke sana kemari butuh transport, modal, kesiapan dan tetek bengek lainnya. Karenanya, dalam diam, keinginan-keinginan itu terpaksa harus dikubur.  Saat senggang, beberapa waktu lalu, saya nyoba keliling bareng si sulung. Saya awali dari ngajak dia ke museum. Di museum, ia terkaget-kaget melototin barang2 dan aneka macem yg menurut dia aneh. "Kok buku di kerangkeng. Kok ada buaya buatan di kurung dalam kaca," katanya.  "Kok ada foto, kok ada ini itu, di dalam kaca," sambungnya lagi penasaran.  Selepas dari museum, sy ajak lagi ke Sade. Penasarannya kambuh lagi. Kok atap rumah di sini beda ya,

Tembang (HUJAN MALAM MINGGU) dan Pentingnya Sikap REALISTIS

fhoto by : orliniza SAYA gak pernah kepikiran untuk ngopi dengan Capucino (sachetan), karena terbiasa ngopi Hitam. Saya pun gak pernah kepikiran untuk membaca buku berjudul, "Kata adalah Senjata" malam ini. Satu buku lama yg pernah saya beli secara online. Yang ada dalam pikiran saya, sejak dua bahkan tiga hari yang lalu : memenuhi janji bertamu ke rumah seseorang. Tapi apa yang terjadi? Hingga malam ketiga, janji itu tak bisa saya tunaikan. Padahal sedari awal saya siapkan. Justru sebaliknya, saya malah kejebak baca buku, ngopi sembari menikmati hujan malam minggu. Begitulah. Tak semua yg kita pikirkan, rencanakan, bisa terwujud. Justru yang tak terbersit di kepala sama sekali--malah itu yang terjadi ; itu yang kita lakukan. Itu yang kita peroleh. Dari sini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa hidup harus kita jalani secara realistis. Hidup itu gak perlu neka-neko. Hidup gak penting membutuhkan seseorang banyak drama, apalagi pencitraan. Hiduplah seadanya, se