Buku itu berisi banyak informasi dan ilmu pengetahuan. Karena itu, Yang suka baca buku, memori di kepalanya menyimpan informasi dan ilmu pengetahuan.
Buku itu, "Jendela Dunia". Begitu orang bilang. Frase itu menisbatkan pada kita, bahwa kalau mau membuka dunia, ingin tahu seluk beluk dunia perbanyak baca buku.
Yang suka baca buku punya banyak sisi lebih. Di tengah hoax yang saat ini kian merajalela, membaca buku--bisa menjadi tembok penghalang agar informasi yang kita peroleh terfilter secara baik hingga tak ternoda virus hoax. Membaca seolah seperti deterjen yang bisa mencuci otak seseorang yang kedung full berbagai infomasi/pengetahuan hoax di kepalanya.
Aktivitas membaca itu sangat bagus. Yang suka baca: wawasannya luas. Analisisnya setajam pisau. Cakrawala berfikir jauh ke depan.
Dalam Islam, perintah membaca (sekaligus menulis) adalah aktivitas berharga. Saking pentingnya, Allah secara tegas menekankan perintah untuk membaca melalui kalamnya dalam QS al-alaq. QS al-Alaq tersebut dipilih Tuhan sebagai ayat yang pertama turun. Sepintas melihat, diturunkannya QS Al-Alaq sebagai ayat yang pertama turun, seperti sebuah penegasan sang pencipta kepada ciptaannya terutama manusia, agar mau dan memiliki keinginan besar agar mau belajar, salah satunya melalui membaca.
Hanya dengan mem-'baca'-lah manusia memiliki ilmu pengetahuan. Melalui aktivitas membacalah, manusia bisa mengetahui dan memahami ciptaan Tuhannya. Saya pikir, melalui QS Al-Alaq itu, sang pencipta juga bermaksud menginformasikan kepada manusia bahwa bekal menjadi khalifah Allah, untuk memakmurkan bumi, modalnya iya membaca.
Alhasil, Mau pintar, jangan malas membaca. Pengen cerdas: luangkan waktu membaca. Ingin jadi orang bijak: rajinlah membaca.
Aktivitas membaca tak bisa dipisah dari aktivitas menulis. "Membaca-menulis" bagai dua sisi dalam kepingan mata uang logam. Baca-tulis bagai bulan dan bintang gemintang cahaya di langit sana. Aktivitas 'baca-tulis' bagai dua pasangan sejoli yang tak mau pisah.
Kekuatan membaca itu dahsyat. Dahsyatnya kekuatan membaca sama dahsyatnya dengan kekuatan menulis.
BACA JUGA :
Jamak kita tahu, para alim ulama, tokoh-tokoh besar dan sangat dikagumi tak pernah lepas dari aktivitas membaca dan menulis. Mereka membaca kitab dan karya karya para ulama terdahulu. Tidak terhenti di situ, mereka pun menulis kembali apa yang dibacanya itu.
Terlalu banyak tokoh-tokoh besar yang hobi membaca. Juga hobi nulis. Tak elok jika hanya satu atau dua orang saja yang disebut.
Mungkin para ulama dan tokoh tokoh besar tersebut tidak baca dan tidak nulis, apa yang akan dipelajari oleh generasi-generasi selanjutnya.
Semangat membaca itu kadang turun naik. seyogyanya mememelihara semangat membaca sebagai kebiasaan positif harus terus dijaga.
Saya termasuk orang yang ingin dan terus berusaha memelihara kebiasaan membaca dan menulis. Sayangnya, kebiasaan itu, kadang-kadang, selalu turun naik, fluktuatif. Hari ini semangat tak ketulungan. Besoknya justru semangat baca saya bak es batu yang meleleh tersiram air hangat. Minggu pertama gairah membaca kembali memuncak--the next week (second week)-jangankan untuk membaca, melihat tumpukan buku saja tak ubahnya batang lilin yang perlahan tapi pasti meleleh hingga habis ditelan api. Ilustrasi turun naik aktivitas 'membaca' kira-kira seperti itu.
Kita tahu itu kurang baik untuk dipelihara, sebab malas itu kebiasaan buruk. Kita tahu kita lalai. Kebertahuan kita bahkan melampui segalanya, bahwa saya (anda) lalai bahkan cenderung alpa melakukan hal-hal positif. Seperti mengamini seorang filsuf saat berujar :
"Ada orang yang tidak tahu di tidaktahunya".
Saya pikir potongan pantun seorang filsuf itu mengoreksi kebertahuan kita terhadap sesuatu namun kerap kebertahuan kita itu, seakan kita sendiri tidak tahu.
Meskipun semangat membaca (turun-naik), maka agar timbangan berat lebih pada 'semangat' ketimbang 'malas' itu ada obatnya. Salah satunya dengan memaksa diri untuk membeli buku, atau mencari-cari cara, agar bisa dapet buku baru.
Pengalaman memperoleh buku baru itu, ternyata bisa bikin syahwat membaca saya lebih besar ketimbang syahwat bercinta. Selain memang, agama mengecam kalau yang sedang ingin bercinta, justru "bercinta" dengan pasangan disaat sedang haid "berhalangan". "Untung saja syahwat sedikit turun, saat istri sedang (halangan). Saya pikir, anda pernah mengalami apa yang saya alami.wkwk.
Lebih untung lagi, saya memperoleh koleksi buku baru empat buah. Buku itu pemberian Rektor Qamarul Huda Bagu, Dr. Ahyar Fadli. Buku itu ia berikan ke saya, saat bertamu ke rumahnya
Tak sendirian, sahabat saya Dr Abdurrahman juga kebagian 4 buku. Sama dengan saya. Kulihat senyum manis tersungging di wajah Pria Banyumulek itu, saat menerima buku, pemberian Dr Ahyar. "Wah kren ini, kita dapet berkah buku," ujarku pada pria pemilik ketawa khas 'renyah' itu. Dia memang begitu. Humoris juga. Meskipun sering dikecewakan oleh sebagian rekannya, ia tak pernah dendam. Ketulusan hatinya, selalu bikin hatinya tenang. Sabar. Tak heran sifat pendendam mampu dikalahkan oleh 'ikhlas' yang terpateri di jiwanya.
Dr Ahyar, yang memberikan buku itu juga senyum senyum. Bikin kami berdua merasa senang. Udara sejuk di rumah Pak Katib, kian menambah kondisi nyaman--meskipun terik mentari saat itu tak bisa dihalangi menembus pori-pori jendela dan ventilasi rumah sederhana pak Katib.
Kami disuguhi kopi Aceh oleh Katib Syuriah NU Lobar itu. "Mantap juga kopi Aceh ini," ujarku. Pak Katib bilang: Iya itu kopi Aceh. "Ayo diminum," ajaknya mempersilahkan kami.
Saya kali pertama ke rumah pak Katib. Sosoknya santai. Orangnya low profile. Ia cerita ke kami, sedang on proses agar bisa jadi Guru Besar. Mudah-mudahan mamik. Kami juga mendoakan, semoga bapak dimudahkan.
Thanks so much atas oleh-oleh bukunya ayahanda Dr. Ahyar Fadli.
Sesaat kemudian, saya coba membolak-balik buku pemberian pak Katib. Berikut judul-judul buku tersebut; Narasi Agama di tengah Multiranah, Gesture Politik Bumi Gora, Membedah Isu dan Mencari Solusi, Islam Lokal; Akulturasi Islam di Bumi Sasak, dan terakhir berjudul; Etika Merarik; Konstruksi Sosial Masyarakat Sasak Lombok.
Dari salah satu judul buku; Narasi Agama di Tengah Multi Ranah, saya melihat nama sahabat saya Fathur Rijal tercantum. Penasaran, saya pun membuka…..ternyata Fathur Rijal yang kini jadi komisioner di KPID itu adalah editor salah satu karya milik pak Katib. Wah Kren. Pria supel asal Tibu Kesambik, Lepak Timur itu, sudah punya karya. Saya ikut berbahagia. Semoga saya bisa ikut jejak sahabat Fathur Rijal. Rijal memang aktivis Muhammaddiyah yang progressif.
Komentar
Posting Komentar