Langsung ke konten utama

Ikhlas itu, Bikin Hati kita Lapang

 

https://www.google.com/search?q=ikhas&tbm=isch&ved=


Setiap kita pasti pernah merasakan perlakukan tidak adil. Dari perlakuan tersebut, hati pun tergores luka. Kita pun harus memikul rasa sakit hati sendiri. Sesekali, kadang timbul dalam perasaan kita untuk membalas perlakukan itu. Bahkan ketika disakiti/diperlakukan tidak adil saat itu, rasa-rasanya, wajah orang yang menyakiti itu hendak kita cincang habis-habis, seperti sepotong daging.

Orang yang memperlakukan kita tak adil itu, pelakunya, kadang-kadang tidak jauh-jauh; bisa tetangga, teman rumah, kerabat, rekan kerja, rekan se-partai, pacar dan bahkan orang yang paling kita cintai sekalipun.

Sebaliknya, gara-gara perbuatan kita juga, teman dan sahabat serta orang yang kita cintai, pernah merasakan juga perlakuan tidak adil itu dari kita. Karena sikap dan tindakan kita. Bahkan kadang, perlakukan kita, lebih dari itu. Bukan hanya sadis tetapi juga sangat kejam.

Saya pernah merasakan itu. Bukan sekali. Tapi berkali-kali. Yang lain, saya yakin juga pernah mengalami. Syukurnya, kita bisa bertahan. Bisa melewati masa-masa yang kita anggap sulit untuk kita lupakan.

Menghadapi itu semua, salah satunya mampu memahami hakikat ikhlas. Ikhlas. Ya itu kuncinya. Sikap ikhlas ini acapkali kita dengar dari orang tua dan guru guru kita. 

Kita harus terus belajar ikhlas. Sebab kerugian dan keberuntungan suatu saat pasti menimpa kita. Hari ini beruntung, boleh jadi di lain waktu kita jauh dari keberuntungan itu. Dan untuk membendung perasaan tidak menentu akibat keduanya tak selalu berpihak ya itu: ikhlas.

Waktu terus bergulir, kehidupan terus berjalan. Karena itu, mari saling menguatkan, saling mendoakan agar semua kita kuat dan tegar menjalani pahit getir kehidupan. Hidup ini ladang ujian. Hidup ini: tempat kita diuji oleh sang pencipta apakah kita kuat atau tidak. Biarkan mengalir dan pasrahkan segala sesuatunya hanya pada sang pencipta. Asal kita telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi segala persoalan yang kita haapi. Pepatah klasik bilang, “Let's gone by the time,” ungkapan ini layak kita cam kan di kepala .

**

Suatu hari, seorang kawan saya, yang sedang menyelesaikan studi S2 cerita, tentang betapa berat apa yang dilaluinya. Dia bilang: “Kok lama gini ya. Lama sekali proses kita kuliah S2”.  

Mendengar itu aku tersenyum.

Dan setahun kemudian saya bertemu. Tak pernah saya bayangkan bisa bertemu dengannya. Tetapi memang, Allah selalu punya rencana untuk mempertemukan seseorang. Di Kedai si Fulan, di situlah saya bertemu. Kami pun ngobrol panjang lebar.

Teman itu lantas berkata kepada saya, "Serasa kemarin ya. Kok begitu cepat".

“Padahal baru kemarin ya. Beneran lho," desahnya, sembari menghisap rokok di jemarinya.

Aku pun hanya tersenyum. Kita kembali melanjutkan obrolan tentang banyak hal. Waktupun mengharuskan kita berpisah. Setiap pertemuan, pasti ada perpisahan. Sebaliknya begitu.

**

Dari sepenggal kisah itu, bisa kita petik pelajaran berharga tentang waktu, tentang proses dan tentang sebuah perjuangan dalam hidup ini.

Dapat ditulis kembali berdasarkan kisah itu bahwa : “Ketika sedang berproses dalam apa yang hendak kita kejar, kita tuju dan perjuangkan untuk mencapai harapan, impian dan cita-cita, seringkali perasaan kita dihampiri perasaan tak sabar, lalu kesal. Sebabnya, karena dalam proses yang sedang kita lalui itu, waktu berjalan sangat lambat. Lambat sekali. Kemudian, begitu sudah kita lalui, kita lewati proses itu, waktu berjalan begitu cepat. Saking cepat, hingga tidak terasa”.

Sejatinya waktu bergerak. Terus bergulir. Kerja detak pada detiknya tiap saat melewati bundaran yang dikreasikannya pada dinding ‘jarum’ jam, seperti melogikakan kebutuhan manusia agar memahami waktu: BAGAIMANA atau SEBERAPA JAUH kita menjalani hidup?.

Banyak orang menggambarkan dengan beragam perumpamaan, contoh-contoh mengenai hidup dan kehidupan.  Ada yang bilang bahwa hidup ini ibarat roda berputar. Kadang seseorang berada di atas, lalu kemudian suatu saat akan berada di bawah. Ada yang bilang, “Hidup ini ibarat sawah. Sawah ini mengharuskan kita untuk merawat dan menanaminya dengan padi dan tumbuh-tumbuhan yang lain agar seeorang bisa memetik hasilnya suatu saat”. Banyak lagi, perumpamaan, contoh-contoh yang kerap kita sematkan dalam hidup ini.

Maka, saya juga bisa bilang bahwa hidup itu: ibarat pasang surut ombak. Beberapa saat berada di depan, dan beberapa saat kemudian, malah balik ke belakang.

Tentang ombak--Wayne Presnell, salah seorang pakar meteorologi mensimulasikan terbentuknya ombak secara sederhana, dengan cara meniup semangkuk air, maka seperti itulah gelombang di laut itu terbentuk. Katanya, ketika angin bertiup ke laut, ombak akan datang ke daratan sebagai akibat dari bentuk cekungan laut.

Saya pikir menarik sekali yang dikemukakan Presnell. Dahsyatnya bentukan ombak bisa diamati jika suatu waktu, kita merenung sejenak sembari duduk  menikmati indahnya suasana di bibir pantai.

Pasang surut 'ombak', gambaran bahwa dalam kehidupan ini, tak selamanya berada di depan. Tapi kadang kita berbalik ke belakang, terseret arus dan kencangnya hembusan angin. Hiduplah untuk saling menguatkan. Saling mendoakan.

Kata penyair Afnan Malay (2012), kita menjalani hidup bagai sebuah ruang rahasia yang profan dan melingkar-lingkar. Kita butuh kepastian. Tapi kenyataannya, kita bukan mesin yang bergerak secara eksakta. Mesin tidak menyediakan tebakan apapun.

Hidup adalah serentetan misteri, penuh rahasia, yang bergerak dari satu teki menuju teka teki yang lain.

Mudahan kita tetap istiqomah memanfaatkan waktu. Ayo saling menguatkan dan mendoakan. Yang dikecam, tetap sabar, Tuhan menyiapkan sesuatu yang indah bagimu. Yang dibela, jangan jumawa, suatu saat Tuhan akan menyempitkan hatimu sebagai balasan.

Kita nikmati saja. Ikhlas karena itu sangat dibutuhkan.

**

Sikap ikhlas, terlebih bila dikaitkan dengan fenomena sosial kehidupan bangsa saat ini, amat sangat diperlukan. Kita melihat bagaimana konflik sosial dan gesekan-gesekan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tampaknya bermula dari sikap sentiment, sikap saling curiga antar sesama masyarakat, dari masyarakat kelas bawah hingga masyarakat kelas menengah hingga masyarakat kelas elit, terkait rentetan persoalan, baik  mengenai penangkapan Rizik Sihab, terbunuhnya laskar FPI, ketegasan pemerintah (aparat) yang dinilai tebang pilih dan sebagainya.

Imbas dari kejadian itu, di mana-mana, hampir terjadi cekcok, ricuh hingga perang opini. Belum lagi, perang opini di media sosial yang saling mencela satu sama lain.

Dalam hemat saya, sebaiknya kita bersikap moderat. Di satu sisi, kita tidak seharusnya, terlalu menimpakan kesalahan atas tindakan Polri yang boleh jadi, keliru bahkan salah di mata masayrakat. Di sisi lain, kita juga tidak harus bersikap membabi buta memberikan dukungan bagi HRS, karena boleh jadi, fakta-fakta dan bukti-bukti telah menunjukkan bahwa HRS melakukan pelanggaran hukum. Kok yang lain tak dihukum, padahal kasus yang menimpanya sama. Boleh jadi, sama kasus yang menimpa, tetapi data dan fakta serta laporan-laporan yang diajukan dalam proses yang berbeda. Ini hanya argumen kecil dan sederhana.

Bolehlah, kita saling salahkan. Tetapi jangan menganggap diri paling benar. Kelompok yang satu bisa benar, kelompok yang lain juga bisa salah. Sebaliknya juga begitu. Lalu bagaimana?. Ya bagaimana kita saling menguatkan dan mendoakan. Bukan saling menebar benci dan kepalsuan.

Berusahalah untuk bersikap ikhlas menerima atas apa yang terjadi. Yakinlah bahwa yang ditimpa musibah, ada hikmah di balik itu. Yakinlah bahwa yang bersikap tidak adil akan dihukum Allah. Jadi baik dan buruk itu ketentuan. Takdir.

Bukankah salah satu rukun iman adalah percaya kepada ketentuan baik dan ketentuan buruk?. Kalau anda tidak percaya terhadap seseorang yang ditimpa nasib malang, tersiksa. Sama saja anda tidak percaya engan ketenuan yang Allah buat.

Ayo saling menguatkan. Saling mendoakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

salon motor dan Bayang-bayang semu

saat service motor SAYA hanya bisa geleng2 melihat begitu lihai kiri-kanan tangan Hadi--si tukang salon motor, saat mendandani tunggangan sy tadi pagi. Saya singgah ke tempat itu, selepas mengantar anak sekolah. Sehari-hari, Hadi, menghabiskan waktu menyaloni puluhan motor, mobil, aneka merek. Halaman teras rumahnya, ia jadikan tempat berkreativitas. Tak heran, dia tak perlu buru2 dikejar waktu hanya utk berangkat ngantor. Rumah mungil dan sederhana itulah yg ia jadikan tempat mendulang pundi-pundi rupiah. Yg unik bagi saya, Hadi, tidak butuh atribut seperti plank nama untuk promosi tempat kerjanya seperti kita lihat kebanyakan tempat di sektor bisnis (barang-jasa). Dia menggeser simbol2 promosi yg kerap kamuflase, itu dg bukti konkrit (hasil kerja) dan trust dari ratusan pelanggan.  "Saya gak pasang plank saja, insya Allah banyak pelanggan yg datang. Bahkan sy kewalahan. Apalagi salon motor ini, saya bikinin plank," kata  pria yang alumnus salah satu pesantren di

KELUYURAN ; Ajang Menikmati Waktu Senggang

foto : desa wisata Sade KELUYURAN sekiter sini-sini saja selalu bikin saya terkesima. Terkesima dg keunikan budaya, kebiasaan, panorama alam dan yang lain-lain. Apalagi bisa ke banyak tempat nun jauh di sono. Seneng keluyuran, membuat saya bermimpi mengunjungi banyak tempat. Tapi sayang keterbatasan itu kadang membuat langkah sedikit tersendat. Apalagi jika keluyuran ke sana kemari butuh transport, modal, kesiapan dan tetek bengek lainnya. Karenanya, dalam diam, keinginan-keinginan itu terpaksa harus dikubur.  Saat senggang, beberapa waktu lalu, saya nyoba keliling bareng si sulung. Saya awali dari ngajak dia ke museum. Di museum, ia terkaget-kaget melototin barang2 dan aneka macem yg menurut dia aneh. "Kok buku di kerangkeng. Kok ada buaya buatan di kurung dalam kaca," katanya.  "Kok ada foto, kok ada ini itu, di dalam kaca," sambungnya lagi penasaran.  Selepas dari museum, sy ajak lagi ke Sade. Penasarannya kambuh lagi. Kok atap rumah di sini beda ya,

Tembang (HUJAN MALAM MINGGU) dan Pentingnya Sikap REALISTIS

fhoto by : orliniza SAYA gak pernah kepikiran untuk ngopi dengan Capucino (sachetan), karena terbiasa ngopi Hitam. Saya pun gak pernah kepikiran untuk membaca buku berjudul, "Kata adalah Senjata" malam ini. Satu buku lama yg pernah saya beli secara online. Yang ada dalam pikiran saya, sejak dua bahkan tiga hari yang lalu : memenuhi janji bertamu ke rumah seseorang. Tapi apa yang terjadi? Hingga malam ketiga, janji itu tak bisa saya tunaikan. Padahal sedari awal saya siapkan. Justru sebaliknya, saya malah kejebak baca buku, ngopi sembari menikmati hujan malam minggu. Begitulah. Tak semua yg kita pikirkan, rencanakan, bisa terwujud. Justru yang tak terbersit di kepala sama sekali--malah itu yang terjadi ; itu yang kita lakukan. Itu yang kita peroleh. Dari sini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa hidup harus kita jalani secara realistis. Hidup itu gak perlu neka-neko. Hidup gak penting membutuhkan seseorang banyak drama, apalagi pencitraan. Hiduplah seadanya, se