Nasehat Sahabat, seringkali kita abaikan



foto by: Niscaya Orliniza


Sahabat yang baik itu, gak dipoles-poles. Ia mengalir dari ketulusan. Serupa air jernih mengalir dari sumbernya. Serupa lampu sorot. Ia menerangimu menapaki gelap


Itulah sahabat. Itulah kawan yang baik.
Sahabat yang baik itu memberimu warna dalam dirimu. Memberimu satu perspektif logis nan rasional saat dirimu dilema menghadapi suatu persoalan.


Manakala ada orang yang menganggap dirimu begitu penting saat ia butuh, jangan sungkan untuk meragu: ia, hanya memanfaatkanmu. Untuk itu, ladeni dia dengan enjoy. Biasa-biasa saja. Tak perlu berlebihan. Berlebihan hanya menguras energimu.


Suatu malam pemuda itu mengabari saya. Katanya, "Saya mau ketemu.
Ayo ! kita ngopi-ngopi. Ditunggu. Saya langsung respon.


Ia bercerita, tentang dirinya yang dimanfaatkan kepentingan sesaat oleh seseorang. Padahal, pemuda itu, sebelumnya telah berjuang habis-habisan untuk membantu. Tetapi pemuda itu beranggapan : sedikitpun perjuangannya tak dihargai. Nol, ucapnya.


Singkat cerita. Lelaki itu, akhirnya memutuskan untuk berhenti terlibat. Ia hanya dimanfaatkan, pria itu untuk membuat keinginannya terpenuhi dan membuat namanya kian meroket. " Cukup sampai di sini," kata pemuda itu sembari menghela nafas panjang.


Waktu berlalu. Bunga-bunga berguguran. Reranting berjatuhan. Pertanda tahun berganti.Obrolan pun lenyap. Ia hanya selingan di tengah riuhnya canda, tawa. 


Kabar angin tiba-tiba datang.Saya mendengar cerita, pemuda itu terlibat lagi. Mendengar cerita itu, saya geleng-geleng. Hmm.


Pikir saya, kenapa mau-maunya menghabiskan tenaga dan pikirannya pada sesuatu yang tak jelas. Anda bayangkan, jika waktu yang dihabiskan untuk melakukan sesuatu yang tak jelas itu, ia manfaatkan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari itu : ia pasti dapat. Sayang bukan?


"Itulah bodohnya dia, celetuk seorang kawan membenarkan. "Kami cekikikan bersama.


Itulah kelemahannya. Ia mengerahkan seluruh daya dan kekuatan, sementara hal yang jauh lebih penting ia abaikan.


Pikirannya terlalu sempit, untuk mengharapkan sesuatu pada satu orang saja. Kenapa ia tak belajar dari pengalaman. Padahal pengalaman telah membuat dia melalaikan banyak hal. Ia tak belajar dari situ. Ia hanya mau show depan publik, sedang saat ia berada dalam kesendirian malah meratapi dirinya begitu malang.


Hidup ini terlalu kompleks. Seseorang perlu belajar dari pengalaman orang. Anda bisa belajar dari orang yang lebih berpengalaman, dewasa, dan mau mendengar ceritamu.


Gampang. Mudah bagi anda sekadar tahu, agar bisa menilai orang, apa dia tulus atau tidak. Apa seseorang itu serius dan malah sebaliknya.


Tapi sayang, seseorang kadang merasa diintervensi. Padahal jika kamu renungi sesaat saja ungkapan ini, "Kalau dia memberimu gambaran masa depan yang lebih logis dan tidak ingin membuatmu rugi". Dia lah sahabat baik. 


Sahabat baik itu, bukan mengharuskanmu memilih ini dan itu. Sahabat yang baik menyediakan pilihan-pilihan untuk kamu pilih. Setelah itu membeberkan mana konsekuensi-konsekuensi dari setiap pilihan.


Sahabat baik tak mau menggurui. Tak harus dituruti.


Belajarlah menjadi pendengar yang baik. Kalau itu baik, kenapa kita berat untuk tak mengikutinya. Kalau menurut orang yang menasihatimu itu 'positif' kamu tinggal memilah pilah apa itu baik bagi dirimu.


Yang disayangkan, hanya ketika nasehat sahabat yang berusaha mendorong kamu pada jalan yang lebih baik ke depan, seringkali kamu abaikan. Nah, disinilah letak level-level tertentu saat memilih. Memilih yang baik, dan berada pada pilihan yang 'baik' dan 'terbaik'. "Nah di sinilah kelebihan masing-masing orang, kelebihan memilih. Kepandaian memilih". Demikian kata pemikir kenamaan Mutawalli As-Syarawi.


Berlalu lah malam itu. Dingin menyergap dari berbagai sudut. "Musim kemarau basah saat ini," ujar kawan saya di suatu kesempatan malam seminggu lalu.


Hmm. Benar juga kata kawan waktu itu.


Kalau kamu sering abai dengan nasehat baik yang kamu dengar dari sahabat, siap-siap saja.


Kebijaksanaan itu tsk lain hasil dari kemauan mendengarkan jiwa sendiri


Bersiap-siaplah dengan pilihanmu. Mestinya, kamu membuat pilihan, bukan putus asa di tengah pilihan. Bukankah hidup itu, seperti petuah bijak berikut, " life is the making choice". Kalau kau percaya itu, segera untuk kamu buat. Kalau perasaanmu dirasuki sejuta ragu, lanjutkan kalau itu kehendakmu.


Apa anda tak mau sebentar saja mendengar kata hatimu, bukan kata orang lain? Berkaitan ini nasehat Novelis terkenal Paulo Coelho menarik saya ketengahkan. Kalimatnya bilang begini, "Semua kebijaksanaan adalah hasil dari mendengarkan jiwa sendiri".


Diam-diam saya merasa tertampar oleh nasehat Penulis asal Brazil itu. Bukan sekali, tapi berkali-kali saya juga kerap mengabaikan nasehat sahabat. Juga mengingkari apa 'hati kecil' saya ini. Ouhh.


Batulayar, 26 Juli 2025

Komentar